Kesempatan luas kepada siapa saja untuk terjun dalam kancah politik. Lahirnya partai politik di tanah air, adalah indikasi bahwa reformasi yang bermuara kepada terbukanya kebebasan berdemokrasi telah dan akan terus berjalan. Partisipasi rakyat dalam euforia kebebasan berdemokrasi menjadi lumrah adanya, termasuk peran serta kalangan ulama dalam perhelatan ini.
Para ulama, baik secara terang-terangan atau bermain di balik layar, akhirnya banyak terlibat dalam partai politik. Padahal, perjalanan pahit kerap kali dipertontonkan kepada kita, ulama cenderung ditinggalkan ketika kekuasaan sebagai tujuan utama dalam berpolitik telah terwujud. Pengalaman juga menunjukkan, ulama sering ditinggalkan bahkan nasihatnya pun untuk penguasa sering dianggap duri yang harus disingkirkan. Tetapi seperti tidak pernah ada penyesalan, sebagian ulama pun asyik berkutat di wilayah ini, bahkan menjadi penyokong suara yang perlu diperhitungkan dalam setiap pesta demokrasi di negeri ini.
Dalam konteks Aceh misalnya, para penyokong spiritual sejumlah partai lokal juga dipenuhi oleh sejumlah ulama kharismatik. Percaya atau tidak, meski jauh-jauh hari di Muktamar Himpunan Ulama Dayah Aceh (HUDA) para ulama telah berazam (janji) untuk tidak turun berpolitik. Toh akhirnya, kesepakatan itu, tidak berjalan seperti yang diharapkan semula. Banyak diantaranya, yang secara terang- terangan kembali berkecimpung dalam kegiatan politik praktis. Atau bahkan berperan sebagai arsitek untuk sebuah partai lokal
di Aceh. Keputusan itu, tentu bukan tanpa alasan,
semuanya sudah dibahas secara matang.
Kehadiran figur ulama dalam sebuah partai cukup ampuh untuk menyedot emosi massa. Untuk itu, tidak heran jika sejumlah fungsionaris partai baik lokal maupun nasional mulaimelirik sejumlah ulama kharismatik untuk bergabung di partainya. Sebuah komunitas ulama pun ramai-ramai dibentuk menjelang perhelatan pemilu 2009 mendatang.
Peran serta ulama dalam wilayah politik praktis, banyak dipersoalkan, termasuk juga membingungkan umat yang dalam keseharian telah mendaulatnya sebagai panutan. Selain itu, aspek kefiguran akan sedikit memudar ketika ulama telah menjelma sebagai figur politikus. Sesuatu yang lumrah adanya, mengingat pergerakan partai politik sering kali tidak luput dari praktek kotor berselimut kebebasan demokrasi.
Dalam sistem kapitalis, partai memang harus concern pada kekuasaan. Itu konsekuensi ideologis. Saat pemilu masing-masing partai berlomba untuk menjadi pemenang. Ketika kalah pun, partai tersebut menjelma sebagai oposan dengan harapan di pemilu berikutnya menjadi pemenang dan menjadi partai yang berkuasa. Lazimnya, untuk tujuan itu tidak ada cara yang diharamkan; semua boleh-money politics, konspirasi, dan sebagainya. Di sebagian dayah atau pesantren bahkan ada guyonan, "Kalau di Pesantren pakai Tafsîr Jalâlayn, tapi kalau di partai politik pakai `tafsir jalan lain'."
Melihat kenyataan ini, rakyat juga harus dewasa dan jeli menentukan hak pilihnya. Jangan hanya karena ada tokoh ulama yang bercokol di sebuah partai lalu menjadikannya pilihan. Perlu kejujuran menentukan pilihan termasuk kejujuran menilai ulama, apakah dia ulama yang berpolitik atau politikus yang mendadak menjadi ulama setiap menjelang pemilu.
KH Mustofa Bisri (dalam TEMPO Interaktif, Jakarta) menilai wajah perpolitikan Indonesia sangat buruk, sehingga siapapun yang terlibat akan tercemarkan. Akibatnya, tak ada kepercayaan sama sekali kepada kiai yang ikut terlibat dalam politik, karena semua kiai dianggap tersangkut paut pada politik yang buruk.
Mereka, lanjut Mustofa, tidak tahu bahwa kiai itu macem-macem. “Ada kiai produk masyarakat, kiai produk pemerintah, produk pers, produk politisi dan kiai produk sendiri,” jelasnya.
Bagi sebagian kalangan lain, kiai seharusnya tidak masuk ke kubangan politik praktis, dan tetap berkonsentrasi di bidang keagamaan dan keumatan. Alasannya, kiai adalah lembaga sakral, berdimensi gerakan moral yang penuh nilai keikhlasan, tanpa tendensi dan ambisi, serta menjadi payung semua golongan (rahmatan lil’alamin). Sementara politik bersifat profan yang meniscayakan adanya kepamrihan, tendensius, dan kepentingan sesaat serta memiliki orientasi perjuangan yang sempit hanya pada kelompok tertentu, yakni massa pendukungnya.
Menurut salah seorang santri Alumnus Ma’had al-’Ulumisy Syar’iyyah Yanbu’ul Qur’an (MUSYQ) Kudus, bahwa Kiai yang berpolitik dikhawatirkan akan terjebak pada logika politik (the logic of politics) memanipulasi masyarakat basisnya demi kepentingan politik sesaat, yang pada gilirannya menggiring ke arah logika kekuasaan (the logic of power) yang cenderung kooptatif, hegemonik, dan korup. Akibatnya, kekuatan logika (the power of logic) yang dimiliki kiai, seperti logika moralitas yang mengedepankan ketulusan pengabdian akan tereduksi atau bahkan hilang sama sekali, terkalahkan oleh logika kekuasaan tadi.
Dalam sistem masyarakat demokrasi, siapa pun berhak untuk berserikat dan berpolitik. Hanya saja, hendaknya tidak semua kiai berpolitik. Kalau kiainya sangat ‘lugu’ dan sufistik, serta dipandang lebih bermanfaat bagi masyarakat dengan gerakan ‘politik independen’, alangkah baiknya tetap di dunia pesantren mencetak ilmuwan-ilmuwan muslim yang unggulan atau menjadi transformator masyarakat dengan semai kesejukannya mengawal moral bangsa.
Alhasil, terjun atau tidak ke politik sepenuhnya bergantung pada asas manfaat dan ketahanan diri kiai menghadapi godaan materi dan hegemoni. Apakah keberadaannya dalam peran-peran politik dapat menciptakan harmoni yang dinamis dan keberpihakan kepada kepentingan universal, ataukah justru menciptakan dis-harmoni yang statis dan keberpihakan kelompok (partai) atau bahkan peneguhan kepentingan pribadi?
Pesona politik terkadang memang membuat seseorang kehilangan idealismenya. Dulu, bisa saja seseorang menolak bahkan ‘mengharamkan’ dirinya bersentuhan dengan politik. Namun, karena ada kepentingan semisal materi, hegemoni, prestise, dan kelancaran birokrasi, maka tak terelakkan lagi keterlibatan mereka dalam politik praktis.
Terjun ke politik (kekuasaan) memang besar taruhannya. Bisa jadi agama dan politik bukan lagi pemersatu, tetapi menjadi faktor pemecah persatuan dan persaudaraan. Umat dan agama akan diseret ke politisasi yang paling pragmatis. Jatuh ke jurang politik rendahan (low politics) dan tidak bermoral. Akibatnya, Islam tidak lagi Islami dan keteladanan moral pun tak lagi didapati. Pendapat Ketua PBNU Said Aqil Siradj nampaknya perlu kita renungkan. Menurut beliau, kiai boleh berpolitik (praktis) sejauh dilakukan secara profesional dan proporsional. Profesional mengandung pengertian kemampuan dan etika. Sementara proporsional berarti jika sang kiai mengasuh pesantren atau menjadi tokoh sentral pengajian rutin di masyarakat, yang bersangkutan hendaknya bisa membagi waktu dengan baik dan menghindari terjadinya konflik kepentingan.
Kesempatan luas kepada siapa saja untuk terjun dalam kancah politik. Lahirnya partai politik di tanah air, adalah indikasi bahwa reformasi yang bermuara kepada terbukanya kebebasan berdemokrasi telah dan akan terus berjalan. Partisipasi rakyat dalam euforia kebebasan berdemokrasi menjadi lumrah adanya, termasuk peran serta kalangan ulama dalam perhelatan ini.
Para ulama, baik secara terang-terangan atau bermain di balik layar, akhirnya banyak terlibat dalam partai politik. Padahal, perjalanan pahit kerap kali dipertontonkan kepada kita, ulama cenderung ditinggalkan ketika kekuasaan sebagai tujuan utama dalam berpolitik telah terwujud. Pengalaman juga menunjukkan, ulama sering ditinggalkan bahkan nasihatnya pun untuk penguasa sering dianggap duri yang harus disingkirkan. Tetapi seperti tidak pernah ada penyesalan, sebagian ulama pun asyik berkutat di wilayah ini, bahkan menjadi penyokong suara yang perlu diperhitungkan dalam setiap pesta demokrasi di negeri ini.
Dalam konteks Aceh misalnya, para penyokong spiritual sejumlah partai lokal juga dipenuhi oleh sejumlah ulama kharismatik. Percaya atau tidak, meski jauh-jauh hari di Muktamar Himpunan Ulama Dayah Aceh (HUDA) para ulama telah berazam (janji) untuk tidak turun berpolitik. Toh akhirnya, kesepakatan itu, tidak berjalan seperti yang diharapkan semula. Banyak diantaranya, yang secara terang- terangan kembali berkecimpung dalam kegiatan politik praktis. Atau bahkan berperan sebagai arsitek untuk sebuah partai lokal
di Aceh. Keputusan itu, tentu bukan tanpa alasan,
semuanya sudah dibahas secara matang.
Kehadiran figur ulama dalam sebuah partai cukup ampuh untuk menyedot emosi massa. Untuk itu, tidak heran jika sejumlah fungsionaris partai baik lokal maupun nasional mulaimelirik sejumlah ulama kharismatik untuk bergabung di partainya. Sebuah komunitas ulama pun ramai-ramai dibentuk menjelang perhelatan pemilu 2009 mendatang.
Peran serta ulama dalam wilayah politik praktis, banyak dipersoalkan, termasuk juga membingungkan umat yang dalam keseharian telah mendaulatnya sebagai panutan. Selain itu, aspek kefiguran akan sedikit memudar ketika ulama telah menjelma sebagai figur politikus. Sesuatu yang lumrah adanya, mengingat pergerakan partai politik sering kali tidak luput dari praktek kotor berselimut kebebasan demokrasi.
Dalam sistem kapitalis, partai memang harus concern pada kekuasaan. Itu konsekuensi ideologis. Saat pemilu masing-masing partai berlomba untuk menjadi pemenang. Ketika kalah pun, partai tersebut menjelma sebagai oposan dengan harapan di pemilu berikutnya menjadi pemenang dan menjadi partai yang berkuasa. Lazimnya, untuk tujuan itu tidak ada cara yang diharamkan; semua boleh-money politics, konspirasi, dan sebagainya. Di sebagian dayah atau pesantren bahkan ada guyonan, "Kalau di Pesantren pakai Tafsîr Jalâlayn, tapi kalau di partai politik pakai `tafsir jalan lain'."
Melihat kenyataan ini, rakyat juga harus dewasa dan jeli menentukan hak pilihnya. Jangan hanya karena ada tokoh ulama yang bercokol di sebuah partai lalu menjadikannya pilihan. Perlu kejujuran menentukan pilihan termasuk kejujuran menilai ulama, apakah dia ulama yang berpolitik atau politikus yang mendadak menjadi ulama setiap menjelang pemilu.
KH Mustofa Bisri (dalam TEMPO Interaktif, Jakarta) menilai wajah perpolitikan Indonesia sangat buruk, sehingga siapapun yang terlibat akan tercemarkan. Akibatnya, tak ada kepercayaan sama sekali kepada kiai yang ikut terlibat dalam politik, karena semua kiai dianggap tersangkut paut pada politik yang buruk.
Mereka, lanjut Mustofa, tidak tahu bahwa kiai itu macem-macem. “Ada kiai produk masyarakat, kiai produk pemerintah, produk pers, produk politisi dan kiai produk sendiri,” jelasnya.
Bagi sebagian kalangan lain, kiai seharusnya tidak masuk ke kubangan politik praktis, dan tetap berkonsentrasi di bidang keagamaan dan keumatan. Alasannya, kiai adalah lembaga sakral, berdimensi gerakan moral yang penuh nilai keikhlasan, tanpa tendensi dan ambisi, serta menjadi payung semua golongan (rahmatan lil’alamin). Sementara politik bersifat profan yang meniscayakan adanya kepamrihan, tendensius, dan kepentingan sesaat serta memiliki orientasi perjuangan yang sempit hanya pada kelompok tertentu, yakni massa pendukungnya.
Menurut salah seorang santri Alumnus Ma’had al-’Ulumisy Syar’iyyah Yanbu’ul Qur’an (MUSYQ) Kudus, bahwa Kiai yang berpolitik dikhawatirkan akan terjebak pada logika politik (the logic of politics) memanipulasi masyarakat basisnya demi kepentingan politik sesaat, yang pada gilirannya menggiring ke arah logika kekuasaan (the logic of power) yang cenderung kooptatif, hegemonik, dan korup. Akibatnya, kekuatan logika (the power of logic) yang dimiliki kiai, seperti logika moralitas yang mengedepankan ketulusan pengabdian akan tereduksi atau bahkan hilang sama sekali, terkalahkan oleh logika kekuasaan tadi.
Dalam sistem masyarakat demokrasi, siapa pun berhak untuk berserikat dan berpolitik. Hanya saja, hendaknya tidak semua kiai berpolitik. Kalau kiainya sangat ‘lugu’ dan sufistik, serta dipandang lebih bermanfaat bagi masyarakat dengan gerakan ‘politik independen’, alangkah baiknya tetap di dunia pesantren mencetak ilmuwan-ilmuwan muslim yang unggulan atau menjadi transformator masyarakat dengan semai kesejukannya mengawal moral bangsa.
Alhasil, terjun atau tidak ke politik sepenuhnya bergantung pada asas manfaat dan ketahanan diri kiai menghadapi godaan materi dan hegemoni. Apakah keberadaannya dalam peran-peran politik dapat menciptakan harmoni yang dinamis dan keberpihakan kepada kepentingan universal, ataukah justru menciptakan dis-harmoni yang statis dan keberpihakan kelompok (partai) atau bahkan peneguhan kepentingan pribadi?
Pesona politik terkadang memang membuat seseorang kehilangan idealismenya. Dulu, bisa saja seseorang menolak bahkan ‘mengharamkan’ dirinya bersentuhan dengan politik. Namun, karena ada kepentingan semisal materi, hegemoni, prestise, dan kelancaran birokrasi, maka tak terelakkan lagi keterlibatan mereka dalam politik praktis.
Terjun ke politik (kekuasaan) memang besar taruhannya. Bisa jadi agama dan politik bukan lagi pemersatu, tetapi menjadi faktor pemecah persatuan dan persaudaraan. Umat dan agama akan diseret ke politisasi yang paling pragmatis. Jatuh ke jurang politik rendahan (low politics) dan tidak bermoral. Akibatnya, Islam tidak lagi Islami dan keteladanan moral pun tak lagi didapati. Pendapat Ketua PBNU Said Aqil Siradj nampaknya perlu kita renungkan. Menurut beliau, kiai boleh berpolitik (praktis) sejauh dilakukan secara profesional dan proporsional. Profesional mengandung pengertian kemampuan dan etika. Sementara proporsional berarti jika sang kiai mengasuh pesantren atau menjadi tokoh sentral pengajian rutin di masyarakat, yang bersangkutan hendaknya bisa membagi waktu dengan baik dan menghindari terjadinya konflik kepentingan.
Rabu, 31 Desember 2008
Minggu, 28 Desember 2008
Happy New Years
TOPIC : NEW YEAR
Ts : I have methods to face New Year
Mp I : We can prepare to celebrate New Year
Sp I : We can invite all friends and family
Sp II : We make plan for this event
Sp III : We can make bugle from paper
Mp II : We must be careful
Sp I : We must keep our house
Sp II : We must be careful in street
Sp III : We must be careful in place where we want to go
Mp III : Do not camp it up when we celebrate New Year
Sp I : Celebrate New Year with simple celebration
Sp II : Do not waste our money to celebrate new years
Sp III : Do not celebrate New Year with drink alcohol
NEW YEAR
Month will be change also year will be change. I do not imagine that we have been in the end of year now. If we see surrounding us, many people to be seller suddenly. They think that this is appropriate timing to get much income. Maybe they can sell bugle, skyrocket and others because we will face New Year.
To face new years we can prepare first we can invite our friend in our boarding house to discuss about New Year. We can make a planning where we want to go, it will make easier to go everywhere. Afterwards we can buy trumpet or make trumpet buy our selves, if you buy trumpet in new years, the price will be high. Better for us we buy trumpet before New Year. But I think make trumpet is easy; we just need paper and glue. So, if you do not have much money you can make by your self.
In New Year many people go out from their house, we must be careful, if we want to go out you must keep our house white security or we can lock our house. We must be careful in street in that street is busy and traffic jam. If we ride our motorcycle very fast, it will be dangerous not only for our selves but also surrounding us. After we have arrived, we must be careful in place where we want, usually in crowded place many thieves and hold up man.
If we want to celebrate New Year, Do not camp it up when we celebrate New Year. We can celebrate New Year with simple celebration such as bring corn for burned together with our friend. Do not waste money to buy unuseful thing. Because still many useful thing that we need after New Year. Do not binge to celebrate New Year because many young man do it. It shows that our young generation is broken.
So, if you celebrate New Year do not be over, you can make simple party and combine with read HollyQuran or thanksgiving.
Ts : I have methods to face New Year
Mp I : We can prepare to celebrate New Year
Sp I : We can invite all friends and family
Sp II : We make plan for this event
Sp III : We can make bugle from paper
Mp II : We must be careful
Sp I : We must keep our house
Sp II : We must be careful in street
Sp III : We must be careful in place where we want to go
Mp III : Do not camp it up when we celebrate New Year
Sp I : Celebrate New Year with simple celebration
Sp II : Do not waste our money to celebrate new years
Sp III : Do not celebrate New Year with drink alcohol
NEW YEAR
Month will be change also year will be change. I do not imagine that we have been in the end of year now. If we see surrounding us, many people to be seller suddenly. They think that this is appropriate timing to get much income. Maybe they can sell bugle, skyrocket and others because we will face New Year.
To face new years we can prepare first we can invite our friend in our boarding house to discuss about New Year. We can make a planning where we want to go, it will make easier to go everywhere. Afterwards we can buy trumpet or make trumpet buy our selves, if you buy trumpet in new years, the price will be high. Better for us we buy trumpet before New Year. But I think make trumpet is easy; we just need paper and glue. So, if you do not have much money you can make by your self.
In New Year many people go out from their house, we must be careful, if we want to go out you must keep our house white security or we can lock our house. We must be careful in street in that street is busy and traffic jam. If we ride our motorcycle very fast, it will be dangerous not only for our selves but also surrounding us. After we have arrived, we must be careful in place where we want, usually in crowded place many thieves and hold up man.
If we want to celebrate New Year, Do not camp it up when we celebrate New Year. We can celebrate New Year with simple celebration such as bring corn for burned together with our friend. Do not waste money to buy unuseful thing. Because still many useful thing that we need after New Year. Do not binge to celebrate New Year because many young man do it. It shows that our young generation is broken.
So, if you celebrate New Year do not be over, you can make simple party and combine with read HollyQuran or thanksgiving.
students organization
TOPIC : Student Organization
TS : Active in Student Organization is difficult
MP : We must be able to manage our time
SP I : We can make schedule
SP II : We must keep our attend enlist in class
SP III : We must not leave class if there is not important thing in organization
MP : Sometimes, It disturbs our study
SP I : Make our concentrations divided
SP II : Timing in organization usually is same white timing in class
SP III : We seldom brush up our lesson
MP : We need much money
SP I : It will waste our money if there are many activities
SP II : we need money to buy equipment in organization
SP III : If there is meeting, we buy snack or food by our money selves
STUDENT ORGANIZATION
As we know that in Campus we have many choices beside study in class or go to library to read a book. If we just study in campus without doing other activity we will be bored because we still have many leeways. We can look for relationship and get more experience exactly in organization but it is very difficult to active in organization
The first difficulty to active in organization, we must be clever to manage our time, to make balance between organization and study in class. If we want to manage our time, we can make good schedule because from schedule we know our activity everyday. After that we must pay attention our attendance because it will influence our score. Do not often leave class if there is not important thing in organization.
The second difficulty, sometime, it disturbs our study because our concentration is divided to think organization and lesson. We seldom brush up our lesson, because many activity in organization. Beside that time in organization usually coincide with time in class. The example when we have course but we have many job in organization it can disturb our concentration.
The other difficulty, we need much money to do all activity in organization because if there is event in organization we buy snack or food by our money selves. And than to complete our equipment in organization we buy by our money or just borrow to other organization. It shows that we need much money if you want to really active in organization.
From explanation above, we can make conclusion that active in student organization is difficult. Although it is very difficult but we must be struggle to be active in both.
TS : Active in Student Organization is difficult
MP : We must be able to manage our time
SP I : We can make schedule
SP II : We must keep our attend enlist in class
SP III : We must not leave class if there is not important thing in organization
MP : Sometimes, It disturbs our study
SP I : Make our concentrations divided
SP II : Timing in organization usually is same white timing in class
SP III : We seldom brush up our lesson
MP : We need much money
SP I : It will waste our money if there are many activities
SP II : we need money to buy equipment in organization
SP III : If there is meeting, we buy snack or food by our money selves
STUDENT ORGANIZATION
As we know that in Campus we have many choices beside study in class or go to library to read a book. If we just study in campus without doing other activity we will be bored because we still have many leeways. We can look for relationship and get more experience exactly in organization but it is very difficult to active in organization
The first difficulty to active in organization, we must be clever to manage our time, to make balance between organization and study in class. If we want to manage our time, we can make good schedule because from schedule we know our activity everyday. After that we must pay attention our attendance because it will influence our score. Do not often leave class if there is not important thing in organization.
The second difficulty, sometime, it disturbs our study because our concentration is divided to think organization and lesson. We seldom brush up our lesson, because many activity in organization. Beside that time in organization usually coincide with time in class. The example when we have course but we have many job in organization it can disturb our concentration.
The other difficulty, we need much money to do all activity in organization because if there is event in organization we buy snack or food by our money selves. And than to complete our equipment in organization we buy by our money or just borrow to other organization. It shows that we need much money if you want to really active in organization.
From explanation above, we can make conclusion that active in student organization is difficult. Although it is very difficult but we must be struggle to be active in both.
Selasa, 23 Desember 2008
student organization
Name :Moh. A Zamzami
Class : C
No : 2070730074
TOPIC : Student Organization
TS : Active in Student Organization is difficult
MP : We must be able to manage our time
SP I : We can make schedule
SP II : We must keep our attend enlist in class
SP III : We must not leave class if there is not important thing in organization
MP : Sometimes, It disturbs our study
SP I : Make our concentrations divided
SP II : Timing in organization usually is same white timing in class
SP III : We seldom brush up our lesson
MP : We need much money
SP I : It will waste our money if there are many activities
SP II : we need money to buy equipment in organization
SP III : If there is meeting, we buy snack or food by our money selves
Class : C
No : 2070730074
TOPIC : Student Organization
TS : Active in Student Organization is difficult
MP : We must be able to manage our time
SP I : We can make schedule
SP II : We must keep our attend enlist in class
SP III : We must not leave class if there is not important thing in organization
MP : Sometimes, It disturbs our study
SP I : Make our concentrations divided
SP II : Timing in organization usually is same white timing in class
SP III : We seldom brush up our lesson
MP : We need much money
SP I : It will waste our money if there are many activities
SP II : we need money to buy equipment in organization
SP III : If there is meeting, we buy snack or food by our money selves
Minggu, 07 Desember 2008
NATURAL DISASTERS IN INDONESIA
NATURAL DISASTERS IN INDONESIA
In this era Indonesia faces many problems that leave many regrets and sadness. Do you know the problem? The big problem is from Natural Disaster which carries many victims, break many buildings and break parts of island. It is very dangerous and very difficult to be solved,Actually these cases happen because our selves don’t care about our environment.so there are many kinds of disaster in Indonesia.
Natural disasters from air is very dangerous, carry many damages and traffic jam such us when there is storm the air plane can not fly because it will be dangerous if we still fly. Other examples when there is a hurricane in Bekasi many trees falled down to street in the aftermath the street traffic jam and trouble. I still remember when there was whirlwind and gale in Polewali Sumatra; at that time all peoples were doing their activities suddenly wind blew over and higher finally all people was panic because power cable broken off in the street. They were afraid if the contact with power cable.
Natural disasters from earth, we know that our earth is being exploited without care our environment; it adds our affliction because we have gotten many disasters. Take an example in Jogja exactly in Bantul almost flat whith ground because all building broken and the victims was neglected because hospital was broken too. After that Merapi Mountain erupts that make shock all people because their plantation land was broken and they can harvest their plants. Other example that near with us is: when there was landslide in Pujon all people were panic and street is traffic jam until one day.
Natural disasters from water, History told that Tsunami was the biggest water disaster as long as Indonesian history. Almost Nangro Aceh Darussalam area was asundered in 10 minutes. At that time many human screamed, cried and called their God because they frightened out of with overload water from beach other peoples were confuse to look for their family who floated of Tsunami is like ant. After low tide, area of Nangro Aceh Darussalam became big grave in Indonesia. Beside that we can not close our eyes that every years Jakarta flood stricken, it become habit in there and Ciliwung river often overflowed because of rubbish. Actually all problem is caused by our selves so we must keep our environment to be clean and health.
In this era Indonesia faces many problems that leave many regrets and sadness. Do you know the problem? The big problem is from Natural Disaster which carries many victims, break many buildings and break parts of island. It is very dangerous and very difficult to be solved,Actually these cases happen because our selves don’t care about our environment.so there are many kinds of disaster in Indonesia.
Natural disasters from air is very dangerous, carry many damages and traffic jam such us when there is storm the air plane can not fly because it will be dangerous if we still fly. Other examples when there is a hurricane in Bekasi many trees falled down to street in the aftermath the street traffic jam and trouble. I still remember when there was whirlwind and gale in Polewali Sumatra; at that time all peoples were doing their activities suddenly wind blew over and higher finally all people was panic because power cable broken off in the street. They were afraid if the contact with power cable.
Natural disasters from earth, we know that our earth is being exploited without care our environment; it adds our affliction because we have gotten many disasters. Take an example in Jogja exactly in Bantul almost flat whith ground because all building broken and the victims was neglected because hospital was broken too. After that Merapi Mountain erupts that make shock all people because their plantation land was broken and they can harvest their plants. Other example that near with us is: when there was landslide in Pujon all people were panic and street is traffic jam until one day.
Natural disasters from water, History told that Tsunami was the biggest water disaster as long as Indonesian history. Almost Nangro Aceh Darussalam area was asundered in 10 minutes. At that time many human screamed, cried and called their God because they frightened out of with overload water from beach other peoples were confuse to look for their family who floated of Tsunami is like ant. After low tide, area of Nangro Aceh Darussalam became big grave in Indonesia. Beside that we can not close our eyes that every years Jakarta flood stricken, it become habit in there and Ciliwung river often overflowed because of rubbish. Actually all problem is caused by our selves so we must keep our environment to be clean and health.
Langganan:
Postingan (Atom)